Tuesday 22 February 2011

Sejarah Pertanian di Majalengka

 Dalam visi pembangunannya, Kabupaten Majalengka bertekad menjadi kabupaten termaju dalam bidang agribisnis di Jawa Barat 2010. Tekad itu digenapkan dengan cita-cita untuk tetap meletakkan masyarakat sebagai subyek: masyarakat agamis dan partisipatif.
Menjadikan agribisnis sebagai fokus pengembangan sangat tepat. Sejak pemerintahan Ratu Mayang Karuna, pertanian dikembangkan dengan membangun saluran air. Bahkan pada saat Mataram menyerang Batavia, Majalengka menjadi lumbung perbekalannya.
Sekitar tahun 1480 Mesehi, di Desa Sindangkasih Majalengka terdapat Ratu bernama Nyi Rambut Kasih. Ia keturunan Prabu Siliwangi yang masih teguh memeluk Agama Hindu.
 Keberadaannya di Majalengka bermula untuk menemui saudara di daerah Talaga bernama Raden Munding Sariageng, suami dari Ratu Mayang Karuna yang memerintah di Talaga. Di perbatasan Majalengka dengan Talaga, Ratu mendengar bahwa Talaga sudah masuk Islam. Sehingga ia mengurungkan maksudnya dan menetaplah di Sindangkasih. Daerah tersebut meliputi Sindangkasih, Kulur, Kawunghilir, Cieurih, Cicenang, Cigasong, Babakanjawa, Munjul dan Cijati.
Perhatiannya pada bidang pertanian sangat baik. Ia membangun saluran air dari Beledug menuju Cicurug hingga Munjul.Sehingga pertanian terus berkembang dan tidak pernah kekurangan air. Sekitar tahun 1485 putera Raden Rangga Mantri yang bernama Dalem Panungtung diperintahkan menjadi Dalem di Majalengka. Sehingga pemerintahan Nyi Rambut Kasih terjepit oleh pengaruh Agama Islam.
Sekitar tahun 1489, Pangeran Muhammad dan istrinya Siti Armilah atau Gedeng Badori dari Cirebon diperintahkan mendatangi Nyi Rambut Kasih. Tujuannya agar Ratu dan Kerajaan Sindangkasih masuk Islam. Selain itu Kerajaan Sindangkasih masuk kawasan Kesultanan Cirebon. Nyi Rambut Kasih menolak, sehingga timbul pertempuran antara pasukan Sindangkasih dengan pasukan Kesultanan Cirebon. Kerajaan Sindangkasih menyerah dan masuk Islam. Sedangkan Nyi Rambut Kasih tetap memeluk Hindu.
Sejak saat itu, tahun 1490, muncul Candra Sangkala Sindangkasih Sugih Mukti. Hal tersebut menjadi Visi Kabupaten Majalengka, yakni “Terwujudnya masyarakat Sindangkasih Sugih Mukti Bagja Raharja”.
Daerah-daerah yang masuk Daerah Kesultanan Cirebon, dan telah semuanya memeluk Agama Islam adalah Pemerintahan Talaga, Maja, Majalengka. Penyebaran Agama Islam di Majalengka diawali dengan para Bupati yang memeluk Islam. Penyebaran Islam juga dilakukan oleh Dalem Sukahurang dan Dalem Panuntun di Maja serta Pangeran Suwarga di Talaga. Kemudian Pangeran Muhammad, Siti Armilah, Nyai Mas Lintangsari, Wiranggalaksana, Salamuddin, Puteran Eyang Tirta, Nursalim, RH Brawinata, Ibrahim, Pangeran Karawelang, Pangeran Jakarta, Sunan Rachmat di Bantarujeg.
Pada 1650, pengaruh Mataram masuk ke Majalengka, karena Cirebon telah menjadi kekuasaan Mataram. Waktu itu Cirebon dipegang oleh Panembahan Ratu II atau Sunan Girilaya.
Pada 1628, Tumenggung Bahureksa diperintahkan Sultan Agung untuk menyerang Batavia. Untuk menyediakan perbekalannya, mereka mendirikan loji-loji di daerah Majalengka bagian Utara. Loji-loji tersebut banyak didirikan di Jatiwangi dan Jatitujuh. Mataram berpengaruh besar terhadap Majalengka. Banyak orang Mataram yang tidak sempat kembali dan menetap di Majalengka.
Tahun 1705, seluruh Jawa Barat masuk kekuasaan Hindia Belanda. Pada 1706 Belanda menetapkan Pangeran Aria Cirebon sebagai Gubernur untuk seluruh Priangan. Para bupati diberi wewenang untuk mengambil pajak dari rakyat, termasuk Majalengka bagi kepentingan upeti kepada Belanda. Paksaan penanaman kopi di daerah Maja, Rajagaluh dan Lemahsugih mengakibatkan banyak rakyat kelaparan.
Tidak hanya tanam paksa kopi. Belanda juga memaksa rakyat untuk menanam lada, tebu dan tanaman lain yang laku di Eropa. Hal ini semakin menambah berat beban rakyat. Sehingga kesengsaraan dan kelaparan terjadi di mana-mana.
Tahun 1805 terjadi pemberontakan yang menentang kesewenangan Belanda. Gerakan itu dipimpin oleh Bagus Rangin dari Bantarjati. Pertempurannya terjadi di daerah Pangumbahan. Pasukan Bagus Rangin kalah dan terpaksa mengakui keunggulan Belanda. Tanggal 12 Juli 1812 Bagus Rangin menerima hukuman penggal kepala di Kali Cimanuk dekat Karangsambung.
sumber : http://asep.wordpress.com

Pemerintahan Majalengka Tempo Dulu

Pemerintahan Batara Gunung Picung, Kerajaan Hindu di Talaga berdiri pada abad XIII Masehi, Raja tersebut masih keturunan Ratu Galuh bertahta di Ciamis, beliau adalah putera V, juga ada hubungan darah dengan raja-raja di Pajajaran atau dikenal dengan Raja Siliwangi. Daerah kekuasaannya meliputi Talaga, Cikijing, Bantarujeg, Lemahsugih, Maja dan sebagian Selatan Majalengka.Pemerintahan Batara Gunung Picung sangat baik, agam yang dipeluk rakyat kerajaan ini adalah agama Hindu.Pada masa pemerintahaannya pembangunan prasarana jalan perekonomian telah dibuat sepanjang lebih 25 Km tepatnya Talaga – Salawangi di daerah Cakrabuana.Bidang Pembangunan lainnya, perbaikan pengairan di Cigowong yang meliputi saluran-saluran pengairan semuanya di daerah Cikijing.Tampuk pemerintahan Batara Gunung Picung berlangsung 2 windu.Raja berputera 6 orang yaitu :- Sunan Cungkilak – Sunan Benda – Sunan Gombang – Ratu Panggongsong Ramahiyang- Prabu Darma Suci- Ratu Mayang KarunaAkhir pemerintahannya kemudian dilanjutkan oleh Prabu Drama Suci.
Pemerintahan Prabu Darma Suci
Disebut juga Pandita Perabu Darma Suci. Dalam pemerintahan raja ini Agama Hindu berkembang dengan pesat (abad ke-XIII), nama beliau dikenal di Kerajaan Pajajaran, Jawa Tengah, Jayakarta sampai daerah Sumatera. Dalam seni pantun banyak diceritakan tentang kunjungan tamu-tamu tersebut dari kerajaan tetangga ke Talaga, apakah kunjungan tamu-tamu merupakan hubungan keluarga saja tidak banyak diketahui.Peninggalan yang masih ada dari kerajaan ini antara lain Benda Perunggu, Gong, Harnas atau Baju Besi.Pada abad XIIX Masehi beliau wafat dengan meninggalkan 2orang putera yakni:- Bagawan Garasiang – Sunan Talaga Manggung
Pemerintahan Sunan Talaga Manggung
Tahta untuk sementara dipangku oleh Begawan Garasiang,.namun beliau sangat mementingkan Kehidupan Kepercayaan sehingga akhirnya tak lama kemudian tahta diserahkan kepada adiknya Sunan Talaga Manggung.Tak banyak yang diketahui pada masa pemerintahan raja ini selain kepindahan beliau dari Talaga ke daerah Cihaur Maja.
Pemerintahan Sunan Talaga Manggung
Sunan Talaga Manggung merupakan raja yang terkenal sampai sekarang karena sikap beliau yang adil dan bijaksana serta perhatian beliau terhadap agama Hindu, pertanian, pengairan, kerajinan serta kesenian rakyat.Hubungan baik terjalin dengan kerajaan-kerajaan tetangga maupun kerajaan yang jauh, seperti misalnya dengan Kerajaan Majapahit, Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Cirebon maupun Kerajaan Sriwijaya.Beliau berputera dua, yaitu :- Raden Pangrurah – Ratu Simbarkencana Raja wafat akibat penikaman yang dilakukan oleh suruhan Patih Palembang Gunung bernama Centangbarang. Kemudian Palembang Gunung menggantikan Sunan Talaga Manggung dengan beristrikan Ratu Simbarkencana. Tidak beberapa lama kemudian Ratu Simbarkencana membunuh Palembang Gunung atas petunjuk hulubalang Citrasinga dengan tusuk konde sewaktu tidur.Dengan meninggalnya Palembang Gunung, kemudian Ratu Simbarkencana menikah dengan turunan Panjalu bernama Raden Kusumalaya Ajar Kutamanggu dan dianugrahi 8orang putera diantaranya yang terkenal sekali putera pertama Sunan Parung.
Pemerintahan Ratu Simbarkencana
Sekitar awal abad XIV Masehi, dalam tampuk pemerintahannya Agama Islam menyebar ke daerah-daerah kekuasaannya dibawa oleh para Santri dari Cirebon.juga diketahui bahwa tahta pemerintahan waktu itu dipindahkan ke suatu daerah disebelah Utara Talaga bernama Walangsuji dekat kampung Buniasih.Ratu Simbarkencana setelah wafat digantikan oleh puteranya Sunan Parung.
Pemerintahan Sunan Parung
Pemerintahan Sunan Parung tidak lama, hanya beberapa tahun saja.Hal yang penting pada masa pemerintahannya adalah sudah adanya Perwakilan Pemerintahan yang disebut Dalem, antara lain ditempatkan di daerah Kulur, Sindangkasih, Jerokaso Maja.Sunan Parung mempunyai puteri tunggal bernama Ratu Sunyalarang atau Ratu Parung.
Pemerintahan Ratu Sunyalarang
Sebagai puteri tunggal beliau naik tahta menggantikan ayahandanya Sunan Parung dan menikah dengan turunan putera Prabu Siliwangi bernama Raden Rangga Mantri atau lebih dikenal dengan Prabu Puck Umum.Pada masa pemerintahannya Agama Islam sudah berkembang dengan pesat. Banyak rakyatnya yang memeluk aama tersebut hingga akhirnya baik Ratu Sunyalarang maupun Prabu Pucuk Umum memeluk Agama Islam. Agama Islam berpengaruh besar ke daerah-daerah kekuasaannya antara lain Maja, Rajagaluh dan Majalengka.Prabu Pucuk Umum adalah Raja Talaga ke-2 yang memeluk Agama IslamHubungan pemerintahan Talaga dengan Cirebon maupun Kerajaan Pajajaran baik sekali. Sebagaimana diketahui Prabu Pucuk Umum adalah keturunan dari prabu Siliwangi karena dalam hal ini ayah beliau yang bernama Raden Munding Sari Ageng merupakan putera dari Prabu Siliwangi. Jadi pernikahan Prabu Pucuk Umum dengan Ratu Sunyalarang merupakan perkawinan keluarga dalam derajat ke-IV.Hal terpenting pada masa pemerintahan Ratu Sunyalarang adalah Talaga menjadi pusat perdagangan di sebelah Selatan
Pemerintahan Rangga Mantri atau Prabu Pucuk Umum
Dari pernikahan Raden Rangga Mantri dengan Ratu Parung (Ratu Sunyalarang) melahirkan 6 orang putera yaitu :- Prabu Haurkuning – Sunan Wanaperih – Dalem Lumaju Agung- Dalem Panuntun – Dalem Panaekan Akhir abad XV Masehi, penduduk Majalengka telah beragama Islam.Beliau sebelum wafat telah menunjuk putera-puteranya untuk memerintah di daerah-daerah kekuasaannya, seperti halnya :Sunan Wanaperih memegang tampuk pemerintahan di Walagsuji;Dalem Lumaju Agung di kawasan Maja;Dalem Panuntun di Majalengka sedangkan putera pertamanya, Prabu Haurkuning, di Talaga yang selang kemudian di Ciamis. Kelak keturunan beliau banyak yang menjabat sebagai Bupati.Sedangkan dalem Dalem Panaekan dulunya dari Walangsuji kemudian berpindah-pindah menuju Riung Gunung, sukamenak, nunuk Cibodas dan Kulur.Prabu Pucuk Umum dimakamkan di dekat Situ Sangiang Kecamatan Talaga.
Pemerintahan Sunan Wanaperih
Terkenal Sunan Wanaperih, di Talaga sebagai seorang Raja yang memeluk Agama Islam pun juga seluruh rakyat di negeri ini semua telah memeluk Agama Islam.Beliau berputera 6orang , yaitu :- Dalem Cageur – Dalem Kulanata – Apun Surawijaya atau Sunan Kidul- Ratu Radeya – Ratu Putri – Dalem Wangsa GoparanaDiceritakan bahwa Ratu Radeya menikah dengan Arya Sarngsingan sedangkan Ratu Putri menikah dengan putra Syech Abu Muchyi dari Pamijahan bernama Sayid Ibrahim Cipager.Dalem Wangsa Goparana pindah ke Sagalaherang Cianjur, kelak keturunan beliau ada yang menjabat sebagai bupati seperti Bupati Wiratanudatar I di Cikundul. Sunan Wanaperih memerintah di Walangsuji, tetapi beliau digantikan oleh puteranya Apun Surawijaya, maka pusat pemerintahan kembali ke Talaga. Putera Apun Surawijaya bernama Pangeran Ciburuy atau disebut juga Sunan Ciburuy atau dikenal juga dengan sebutan Pangeran Surawijaya menikah dengan putri Cirebon bernma Ratu Raja Kertadiningrat saudara dari Panembahan Sultan Sepuh III Cirebon.Pangeran Surawijaya dianungrahi 6orang anak yaitu – Dipati Suwarga-Mangunjaya – Jaya Wirya – Dipati Kusumayuda – Mangun Nagara – Ratu Tilarnagara Ratu Tilarnagara menikah dengan Bupati Panjalu (Kerajaan Panjalu Ciamis) yang bernama Pangeran Arya Sacanata yang masih keturunan Prabu Haur Kuning. Pengganti Pangeran Surawijaya ialah Dipati Suwarga menikah dengan Putri Nunuk dan berputera 2orang , yaitu :- Pangeran Dipati Wiranata- Pangeran Secadilaga atau pangeran RajiPangeran Surawijaya wafat dan digantikan oleh Pangeran Dipati Wiranata dan setelah itu diteruskan oleh puteranya Pangeran SecanataEyang Raga Sari yang menikah dengan Ratu Cirebon mengantikan Pangeran Secanata. Arya Secanata memerintah ± tahun 1962; pengaruh V.O.C. sudah terasa sekali. Hingga pada tahun-tahun tersebut pemerintahan di Talaga diharuskan pindah oleh V.O.C. ke Majalengka. Karena hal inilah terjadi penolakan sehingga terjadi perlawanan dari rakyat Talaga.Peninggalan masa tersebut masih terdapat di museum Talaga berupa pistol dan meriam.
sumber : http://cirebonfree.blogspot.com

Sedikit Mengenal Tentang Majalengka

Kabupaten Majalengka sebuah kota kecil yang bersahaja di Jawa Barat. Di sana tidak ada gedung pencakar langit, tidak semarak oleh jajaran mall atau pusat perbelanjaan modern lainnya. Malahan, kota kecil ini nampak bersih. Kebersihan tidak hanya nampak pada fisik kota, namun juga komunitas masyarakatnya. Salah satunya adalah di Pondok Pesantren Al Mizan di Desa Ciborelang, Kecamatan Jatiwangi. Kebupaten Majalengka berada pada ketinggian 19 – 857 m di atas permukaan laut. Sebagian besar merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian 500 – 857 m di atas permukaan laut, 40%. Kondisi ini menjadikan kabupaten seluas 1204,24 km2 yang meliputi 23 kecamatan mempunyai tanah yang subur. Tak salah jika Pemerintah Kabupaten Majalengka mengandalkan bidang agribisnis dalam upaya meningkatkan pemasukan asli daerah. Hal ini tercermin dari catatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2005 yang mencatat pemasukan sebesar 30,08% dari sektor agribisnis, terdiri dari pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Bahkan, potensi di sektor agribisnis ini dijadikan visi kabupaten “Majalengka Kabupaten Agribisnis Termaju di Jawa Barat Tahun 2010 Berbasis Masyarakat Agamis dan Partisipatif”.
Letak geografis Kabupaten Majalengka yang berada di kawasan Timur Provinsi Jawa Barat, sebelah Barat 108003’-108019’ Bujur Timur, sebelah Timur 108012’-108025’ Bujur Timur dan sebelah utara 6036’-6058’ Lintang Selatan, sebelah Selatan 6043’-7003’ Lintang Selatan. Kondisi topografi ± 50% merupakan dataran tinggi/bergelombang/pegunungan dan sisanya dataran rendah tanpa memiliki laut, dengan luas wilayah 1.204,24 km2 (120.424 Ha) atau 3,65 % dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat. Adapun jarak terhadap Ibu Kota Negara Jakarta ± 279 km dan terhadap Ibu Kota Provinsi Bandung 91 km. Kondisi tersebut secara umum mempengaruhi terhadap eksistensi Kabupaten Majalengka baik di tingkat regional maupun di tingkat nasional.
Wilayah Kabupaten Majalengka di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan Kuningan, sebelah Selatan dengan Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya serta di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sumedang.


Kabupaten Majalengka yang terdiri dari 331 desa (264 berstatus desa swadaya dan 67 berstatus desa swakarya) berpenghuni penduduk sebanyak 1.169.337 (2005), yang terdiri dari laki-laki 577.633 jiwa dan perempuan 591.704 jiwa. Ini artinya, kabupaten yang luasnya 2,71% luas Provinsi Jawa Barat ini kepadatan penduduknya mencapai 971 orang per km2. Mayoritas penduduk usia kerja di Majalengka bergerak di bidang pertanian, yaitu sekitar 58,73 % dari total penduduk usia produktif. Komoditi utama pertanian yang memegang kendali utama selain padi, adalah tanaman ubi kayu dan bawang merah.
Selain itu, 36% dari total penduduk usia produktif bekerja di sektor industri pengolahan. Industri pengolahan yang ada bermacam-macam, misalnya: industri bola sepak, genteng keramik, anyaman rotan, anyaman bambu, dan makanan. Industri pembuatan bola sepak terdapat di Kecamatan Kadipaten berkualitas ekspor. Negara tujuan ekspor meliputi Jepang, Korea, dan negara-negara di Timur Tengah, serta Amerika. Bahkan, perusahaan bola sepak di Majalengka ini pernah memenangkan tender pada Piala Dunia di Perancis tahun 1998. Dan, sangat dimungkinkan pada Piala Dunia di Afrika Selatan 2010, bola sepak dari tangan-tangan trampil masyarakat Majalengka akan menjadi perwakilan Indonesia di ajang yang menyedot perhatian seluruh masyarakat dunia itu.
Pusat perekonomian Kabupaten Majalengka ada di wilayah utara. Pasar besar terdapat di Kecamatan Kadipaten dan Jatiwangi. Di pasar-pasar itu hasil pertanian dan industri olahan dari kecamatan lain dipasarkan.
Kekayaan alam di bumi Majalengka cukup besar dan didukung kemampuan sumber daya manusianya yang ulet serta terampil cukup menjadi modal utama bagi kabupaten ini untuk mencapai cita-cita (semboyan kota): Sindangkasih Sugih Mukti, yang berarti Majalengka (Sindangkasih) kaya dan bahagia.
Selain bola sepak yang menjadikan Majalengka di kenal masyarakat internasional, di bidang sastra kabupaten yang ulang tahunnya diperingati setiap tanggal 7 Juli ini juga melahirkan seorang sastrawan yang dikenal masyarakat internasional: Ajib Rosidi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr. Ulrich Kratz (1988), salah seorang peneliti sastra Indonesia asal Inggris, hingga tahun 1983, Ajip adalah pengarang puisi dan cerita pendek yang paling produktif, yang telah menghasilkan 326 judul karya yang dipublikasikannya dalam 22 majalah, seperti majalah sastra Horison, Kisah, Zenith, Mimbar Indonesia, dan Budaya Jaya. Oleh karena itu, selain dikenal sebagai penyair, Ajip dikenal pula sebagai penulis cerita pendek, novel, dan naskah drama, yang ditulisnya tidak hanya dalam bahasa Indonesia, tetapi juga dalam bahasa Sunda.
Penyair kelahiran Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, 31 Januari 1938 ini, mulai menulis kegiatannya dalam bidang sastra sejak usia remaja. Pendidikan formal yang ditempuhnya hanya tingkat SMA, dan itu pun tidak tamat. Namun demikian, Ajip mampu mengembangkan dirinya hingga mencapai tingkat dunia, yang ditempuhnya secara autodidak. Kemampuan Ajip dalam menulis tidak hanya menguasai satu bidang, tetapi banyak bidang (puisi, cerpen, novel, esai). Namun, orang lebih mengenalnya sebagai penyair yang pernah mendapat Hadiah Sastra Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN) pada tahun 1955-1956 untuk kumpulan puisi yang ditulisnya (Pesta). Hadiah yang sama juga diterimanya pada 1967-1968 untuk kumpulan cerita pendek yang ditulisnya, yang diberi judul Sebuah Rumah Buat Hari Tua.
Di tingkat nasional, menginjak usianya yang ke-517, citra Majalengka membaik. Tahun 2007 kota ini kembali mendapat penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini ditandai dengan diterimanya Satya Lencana Pembangunan Bidang Pertanian serta Bidang Koperasi & UKM oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Tekad untuk menjadi lebih baik dapat dilihat dari visi pembangunan kabupaten ini, yang berusaha menjadikan masyarakatnya agamis dan partisipatif. Upaya pemerintah untuk mengajak masyarakatnya lebih agamis (Islamis) ini seolah meneruskan perjalanan sejarah keagamaan masyarakat Majalengka.
Menurut berbagai sumber sejarah, sekitar tahun 1480 M, masa masuknya agama Islam di Jawa, di Desa Sindangkasih Majalengka berkuasa Ratu Nyi Rambut Kasih, keturunan Prabu Siliwangi yang memeluk Agama Hindu. Dalam suatu waktu, Ratu mendengar daerah Talaga, tempat tujuan awal ia akan bermukim, sudah masuk Islam. Sehingga ia urung menggapai tujuan awalnya, dan menancapkan kekuasaanya di Sindangkasih (Kulur, Kawunghilir, Cieurih, Cicenang, Cigasong, Babakanjawa, Munjul dan Cijati).
Tahun 1489, Pangeran Muhammad dan istrinya Siti Armilah mendatangi Nyi Rambut Kasih untuk mengajak ratu masuk Islam, dan kerajaanya menjadi bagian wilayah Kesultanan Cirebon. Nyi Rambut Kasih menolak, dan pertempuran antara pasukan Sindangkasih dengan pasukan Kesultanan Cirebon menjadi babakan sejarah masuknya Islam di Majalengka. Akhir pertempuran itu, Kerajaan Sindangkasih menjadi bagian kesultanan, dan Ratu Nyi Rambut Kasih tetap memeluk Hindu. Tak lama berselang, Kesultanan Cirebon wilayahnya semakin luas, yakni, Talaga, Maja, dan Majalengka. Sejak itu, babakan baru sejarah keagamaan masyarakat Majalengka dimulai, dengan penyebaran Agama Islam oleh bupati yang memeluk Islam.
Pada 1650, pengaruh Mataram masuk ke Majalengka, karena Cirebon telah menjadi kekuasaan Mataram. Akibat kekalahan perang antara Kerajaan Mataram dan kolonial, tahun 1705, seluruh Jawa Barat masuk kekuasaan Hindia Belanda. Pada 1706 Belanda menetapkan Pangeran Aria Cirebon sebagai gubernur, bagian dari struktur kekuasaan kolonial, untuk seluruh Priangan. Para bupati diberi wewenang untuk mengambil pajak dari rakyat, termasuk Majalengka bagi kepentingan upeti kepada Belanda. Di bawah pemerintahan kolonial, Majalengka, tidak memiliki kekuatan politis keagamaan. Galibnya, pendidikan keagamaan terabai oleh pemerintah. Hal ini menjadi perjalanan umum sejarah pendidikan keagamaan di Indonesia, pendidikan keagamaan selanjutnya berbasis di masyarakat: pesantren salah satunya.
Geologi Kabupaten Majalengka
Menurut keadaan geologi yang meliputi sebaran dan struktur batuan, terdapat beberapa batuan dan formasi batuan yaitu Aluvium seluas 17.162 Ha (14,25%), Pleistocene Sedimentary Facies seluas 13.716 Ha (13,39%), Miocene Sedimentary Facies seluas 23,48 Ha (19,50%), Undiferentionet Vulcanic Product seluas 51.650 Ha (42,89%), Pliocene Sedimentary Facies, seluas 3.870 Ha (3,22%), Liparite Dacite seluas 179 Ha (0,15%), Eosene seluas 78 Ha (0,006%), Old Quartenary Volkanik Product seluas 10.283 Ha (8,54%). Jenis-jenis tanah di Kabupaten Majalengka ada beberapa macam, secara umum jenis tanah terdiri atas Latosol, Podsolik, Grumosol, Aluvial, Regosol, Mediteran, dan asosianya. Jenis-jenis tanah tersebut memegang peranan penting dalam menentukan tingkat kesuburan tanah dalam menunjang keberhasilan sektor pertanian.
Morfologin Kabupaten Majalengka
Keadaan morfologi dan fisiografi wilayah Kabupaten Majalengka sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian suatu daerah dengan daerah lainnya, dengan distribusi sebagai berikut :
* Morfologi dataran rendah yang meliputi Kecamatan Kadipaten, Panyingkiran, Dawuan, Jatiwangi, Sumberjaya, Ligung, Jatitujuh, Kertajati, Cigasong, Majalengka, Leuwimunding dan Palasah. Kemiringan tanah di daerah ini antara 5%-8% dengan ketinggian antara 20-100 m di atas permukaan laut (dpl), kecuali di Kecamatan Majalengka tersebar beberapa perbukitan rendah dengan kemiringan antara 15%-25%.
* Morfologi berbukit dan bergelombang meliputi Kecamatan Rajagaluh dan Sukahaji sebelah Selatan, Kecamatan Maja, sebagian Kecamatan Majalengka. Kemiringan tanah di daerah ini berkisar antara 15-40%, dengan ketinggian 300-700 m dpl.

* Morfologi perbukitan terjal meliputi daerah sekitar Gunung Ciremai, sebagian kecil Kecamatan Rajagaluh, Argapura, Talaga, sebagian Kecamatan Sindangwangi, Cingambul, Banjaran, Bantarujeg dan Lemahsugih dan Kecamatan Cikijing bagian Utara. Kemiringan di daerah ini berkisar 25%-40% dengan ketinggian antara 400-2000 m di atas permukaan laut.
Cuaca dan iklim Kabupaten Majalengka
Curah hujan tahunan rata-rata di Kabupaten Majalengka berkisar antara 2.400 mm-3.800 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan sebanyak 11 hari/bulan. Angin pada umumnya bertiup dari arah Selatan dan tenggara, kecuali pada bulan April sampai dengan Juli bertiup dari arah Barat Laut dengan kecepatan antara 3-6 knot (1 knot =1.285 m/jam).
Hidrologis Kabupaten Majalengka
Dari aspek hidrologis di Kabupaten Majalengka mempunyai beberapa jenis potensi sumber daya air yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Potensi sumber daya air tersebut meliputi:
1. Air permukaan, seperti mata air, sungai, danau, waduk lapangan atau rawa,
2. Air tanah, seperti sumur bor dan pompa pantek dan air hujan. Adapun sungai-sungai yang besar diantaranya adalah Sungai Cilutung, Cideres, Cikeruh, Ciherang, Cikadondong, Ciwaringin, Cilongkrang, Ciawi, dan Cimanuk.
Minyak dan gas bumi Kabupaten Majalengka
Berdasarkan data dari Pertamina Eksplorasi dan Produksi Karang Ampel, bahwa potensi bahan minyak dan gas bumi di Kabupaten Majalengka meliputi 14 buah sumur minyak. Sisa cadangan total pasti minyak bumi mencapai 73.46.168 MSTB, sedangkan sisa cadangan total pasti gas alam mencapai 81.088,10 MMSCF.

Nama – nama Bupati yang Menjabat di Majalengka

1. RT. Dendranegara 1819 – 1848
2. RAA. Kartadiningrat 1848 – 1857
3. RAA. Bahudenda 1857 – 1863
4. RAA. Supradningrat 1863 – 1883
5. RAA. Supriadipraja 1883 – 1885
6. RMA. Supraadiningrat 1885 – 1902
7. RA. Sastrabahu 1902 – 1922
8. RMA. Suriatanudibrata 1922 – 1944
9. RA. Umar Said 1944 – 1945
10. R. Enoch 1945 – 1947
11. R.H. Hamid 1947 – 1948
12. R. Sulaeman Nata Amijaya 1948 – 1949
13. M. Chavil 1949
14. RM. Nuratmadibrata 1949 – 1957
15. H. Aziz Halim 1957 – 1960
16. H. RA. Sutisna 1960 – 1966
17. R. Saleh Sediana 1966 – 1978
18. H. Moch. S. Paindra 1978 – 1983
19. H. RE. Djaelani, SH. 1983 – 1988
20. Drs. H. Moch. Djufri Pringadi 1988 – 1993
21. Drs. H. Adam Hidayat, SH., M.Si 1993 – 1998
22. Hj. Tutty Hayati Anwar, SH., M.Si 1998 – 2008
23. H. Sutrisno, SE., M.Si 2008 – 2013

Sumber : http://edoetechno.net

Sunday 20 February 2011

GEOGRAFI, IKLIM DESA RAJAGALUH

  • LETAK.
Desa Rajagaluh termasuk dalam wilayah Kecamatan Rajagaluh, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat.
Letaknya cukup strategis yang dilalui oleh jalan propinsi yang menghubungkan Kota Majalengka dan Kota Cirebon, didukung oleh sarana pasar yang hidup setiap saat sehingga dapat mengembangkan perekonomian Kabupaten Majalengka di wilayah timur.
  1. Sebelah Utara : Desa Rajagaluh Lor
  2. Sebelah Barat : Desa Cipinang, Desa Cisetu dan Desa Tanjungsari.
  3. Sebelah Selatan : Desa Rajagaluh Kidul
  4. Sebelah Timur : Desa Buah Kapas, Desa Singawada dan Desa Leuwilaja.
Desa Rajagaluh terdiri dari dua dusun
  1. Dusun Galuh Raharja : mencakup 3 RW dan 8 RT
  2. Dusun Galuh Mukti : mencakup 3 RW dan 10 RT
Luas wilayah desa Rajagaluh = 129,083 Ha, yang terdiri dari :
  1. Tanah darat / pemukiman : 19,206 Ha
  2. Tanah Sawah : 99,438 Ha
  3. Lapangan : 0,990 Ha
  4. Kantor Pemerintah : 0,430 Ha
  5. Lainnya : 9,019 Ha
  • IKLIM.
  1. Ketinggian tempat Desa Rajagaluh : 217 MdpL
  2. Keadaan curah hujan : 2000-3000 mm
  3. Suhu rata-rata : 29 Derajat Celcius – 32 Derajat Celcius
sumber : rajagaluhundercover.blogspot.com

Asal-usul Desa Rajagaluh

Pasca Indonesia merdeka, Kota Rajagaluh menjadi Ibukota Kewadanan yang mencakup 3(tiga) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Rajagaluh, Kecamatan Sukahaji dan Kecamatan Leuwimunding.
Kecamatan Rajagaluh, pusat pemerintahannya di Desa Rajagaluh Lor, yang saat itu luas wilayahnya mencakup 25 Desa.
Perkembangan penduduk yang terus meningkat, terjadi pemekaran Kecamatan yang berakibat pula adanya pemekaran desa.
Kecamatan baru hasil pemekaran yaitu Kecamatan Sumberjaya, beberapa tahun kemudian disusul pula Palasah sebagai kecamatan.
Dengan adanya 2 kecamatan baru hasil pemekaran, maka desa-desa yang termasuk wilayah Kecamatan Rajagaluh tersisa 21 desa.
Sekitar tahun 1995 Kecamatan Rajagaluh dimekarkan pula dengan dinyatakannya Sindangwangi sebagai Kecamatan. Dengan pemekaran tersebut sekarang Kecamatan Rajagaluh luas wilayahnya terdiri dari 13 desa.
Tepatnya pada tanggal 14 Juni 1982 sebelum pemekaran kecamatan Sindangwangi, desa Rajagaluh Lor dimekarkan. Dari hasil pemekaran itulah terlahir desa yang baru yaitu DESA RAJAGALUH..

  • Berdasar Kepada Surat Gubernur tertanggal 10 Maret 1981 dan Surat Bupati Majalengka No. 2177/OP.451/ I/III 1981, pada tanggal 14 Juni 1982 dilaksanakan pemekaran desa. Desa hasil pemekaran dari Desa Rajagaluh Lor dikenal dengan nama Desa Rajagaluh. Pejabat sementara Kepala Desa adalah Raksabumi desa Rajagaluh H. Sabda Sulaeman Mansyur. Selama menjabat beliau dapat membangun sebuah gedung sederhana berukuran 16 x 7 meter yang dugunakan sebagai kantor desa.

  • Berdasar kepada Surat Keputusan Bupati Majalengka No. 141/SK.17-Pem/1984, tanggal 22 Desember 1983 dilantik Kepala desa devinitip yaitu H. Odin Zainal Abidin yang menjabat sampai tahun 1992.
Selama menjabat kepala desa beliau dapat membangun :
  1. Sebuah Los besar di pasar Rajagaluh, berukuran 36 x 12 meter, yang dibangun tahun 1997.
  2. Kerjasama dengan Pemda Kabupaten Majalengka membangun Terminal Gunung yang luas 0.190 Ha, dengan jumlah kios sebanyak 24 buah kios, yang dibanung tahun 1988.
  3. Pelebaran dan pengrehaban masjid Jamie Al Himmah, tahun 1991.

  • Pada tahun 1992 Pejabat sementara Kepala Desa Rajagaluh adalah H. Odin Zaenal Abidin.
  • Berdsar kepada Surat Keputusan Bupati Majalengka nomor 141/SK.II/Pemdas/1993, tanggal 10 Pembruari 1993, dilantik Kepala Desa Devinitip Ahmad Djamaludin Malik.
Saat kepemimpinan kantor pemerintah desa, desa pindah ke kantor Puskesmas. Untuk Puskesmas sendiri Pemerintah Desa membelikan tanah seluas 0.150 Ha di jalan Yudapati.
Pada tahun 1998.Pemerintahan Desa Rajagaluh bisa membangun kantor pemerintah desa yang cukup megah yang diresmikan oleh Bupati Majalengka tanggal 18 Agustus 1998.
Pada tahun 2000 dibangun gedung olah raga serbaguna Galuh Pakuan yang diresimikan oleh Bupati Majalengka pada tanggal 23 Agustus 2000.
  • Tahun 2001 Pemerintah desa Rajagaluh Pejabat sementara Kepala Desa Rajagaluh dijabat oleh Sekretaris desa D. Abdulah Gani

  • Berdasar kepada Surat Keputusan Bupati Majalengka Nomor 141.1/kep. 246-Pem/2001 tanggal 18-11-2001 dilantik Kepala Desa devinitip yaitu H. Ahmad Djamaludin Malik untuk memimpin pemerintahan desa yang keduakalinya.
Roda pemerintahan dapat berjalan sesuai dengan program, berkat kerja sama dengan mitra kerjanya yaitu Badan Perwakilan Desa (BPD) yang didukung oleh lembaga lainnya diantaranya : LPM, PKK, Kep. Dusun, Ketua RT dan RW, Karang Taruna serta Hansip Desa.
Pada tanggal 26 Mei 2007 beliau meninggal dunia sebelum masa jabatannya habis.

  • Juli 2007 s/d 30 Januari 2007 Dijabat oleh Mahin Suyono

  • 1 Pebruari 2008 s/d sekarang. Dijabat oleh kepala desa devinitif Drs. Solihin.
sumber : rajagaluhundercover.blogspot.com

SEKILAS BABAD RAJAGALUH

Konon dahulunya Desa Rajagaluh adalah sebuah Kerajaan dibawah wilayah kekuasaan kerajaan Pajajaran yang dipimpin oleh Prabu Siliwangi.
Saat itu Kerajaan Rajagaluh dibawah tampuk pimpinan seorang raja yang terkenal digjaya sakti mandraguna. Agama yang diantunya adalah agama Hindu.
Pada tahun 1482 Masehi, Syeh Syarif Hidayatulloh ( Sunan Gunung Jati ) mengembangkan Islam di Jawa Barat dengan secara damai. Namun dari sekian banyak Kerajaan di tatar Pasundan hanya Kerajaan Rajagaluh yang sulit ditundukan.
Setelah Kerajaan Cirebon memisahkan diri dari wilayah Kerajaan Pajajaran maka pembayaran upeti dan pajak untuk Kerajaan Cirebon dibebeaskan, namun untuk Kuningan pajak dan upeti masih berlaku. Untuk penarikan pajak dan upeti dari Kuningan Prabu Siliwangi mewakilkan kepada Prabu Cakra Ningrat dari Kerajaan Rajagaluh. Akhirnya Prabu Cakra Ningrat mengutus Patihnya yang bernama Adipati Arya Kiban ke Kuningan, namun ternyata adipati Kuningan yang bernama adipati Awangga menolak mentah-mentah tidak mau membayar pajak dengan alasan bahwa Kuningan sekarang masuk wilayah Kerajaan Cirebon yang sudah membebaskan diri dari Kerajaan Pajajaran. Sebagai akibat dari penolakannya maka terjadilah perang tanding antara Adipati Awangga dan Adipati Arya Kiban. Dalam perang tanding keduanya sama-sama digjaya, kekuatannya seimbang sehingga perang tanding tidak ada yang kalah atau yang menang. Tempat perang tanding sekarang dikenal sebagai desa JALAKSANA artinya jaya dalam melaksanakan tugas.
Perang tanding tersebut dapat didengar oleh Syeh Syarif Hidayatulloh yang kemudian beliau mengutus anaknya Arya Kemuning yang dikenal sebagai Syeh Zainl Akbar alias Bratakalana untuk membantu Adipati Awangga dalam perang tanding. Dengan bantuan Arya Kemuning akhirnya adipati Arya Kiban dapat dikalahkan. Adipati Arya Kiban melarikan diri dan menghilang didaerah Pasawahan disekitar Telaga Remis, sebagian prajuritnya ditahan dan sebagian lagi dapat meloloskan diri ke Rajagaluh.
Semenjak kejadian tersebut Kerajaan Rajagaluh segera menghimpun kekuatannya kembali untuk memperkokoh pertahanan menakala ada serangan dari Kerajaan Cirebon.
Sebagai pengganti Adipati Arya Kiban ditunjuknya Arya mangkubumi, Demang Jaga Patih, Demang Raksa Pura, dan dibantu oleh Patih Loa dan Dempu Awang keduanya berasal dari Tata/dataran Cina.
Syeh Syarif Hidayatulloh melihat Kerajaan Rajagaluh dengan mata hatinya berkesimpulan bahwa prajurit Cirebon tidak akan mampu menaklukan Rajagaluh kecuali dengan taktik yang halus. Hal ini mengingat akan kesaktian Prabu Cakraningrat. Akhirnya Syeh Sarif Hidayatulloh mengutus 3 (tiga) orang utusan yakni Syeh Magelung Sakti, Pangeran Santri, Pangeran Dogol serta diikut sertakan ratusan Prajurit.
Pengiriman utusan dari Cirebon dengan segera dapat diketahui oleh Prabu Cakra Ningrat, beliaupun segera menugaskan patih Loa dan Dempu Awang untuk menghadangnya. Saat itupun terjadilah pertempuran sengit, namun prajurit Cirebon dapat dipukul mundur, Melihat prajurit Cirebon kucar-kacir maka majulah Syeh Magelung Sakti, Pangeran Santri dan Pangeran Dogol, terjadilah perang tanding melawan Patih Loa dan Dempu Awang. Perang tanding tidak kunjung selesai karena kedua belah pihak seimbang kekuatannya, yang akhirnya pihak Cirebon tidak berani mendekati daerah Rajagaluh, begitupun sebaliknya.
Atas kejadian ini Prabu Cakra Ningrat segera mengutus Patih Arya Mangkubumi ditugaskan untuk menancapkan sebuah Tumbak Trisula pada sebuah Lubuk sungai disekitar tempat terjadinya perang tanding. Akibatnya tancapan tombak tersebut serta merta air sungai tersebut berubah menjadi panas dan dapat membahayakan bagi prajurit Cirebon manakala menyebranginya. Kejadian tersebut mengundang marahnya pihak Cirebon. Nyi Mas Gandasari cepat bertindak, dengan kesaktiannya ia mengencingi sungai tersebut. Serta merta air sungaipun tidak berbahaya lagi walaupun airnya tetap panas. Tempat kejadian tersebut sekarang dikenal dengan nama Desa Kedung Bunder.
Setelah kejadian itu syeh Magelung Sakti dan kawan-kawan serta prajuritnya berupaya mendekati kota Rajagaluh, rombongan kemudian berhenti ditepian kota Rajagaluh, membuat perlindungan sebagai tempat pengintaian. Tempat tersebut berada disekitar Desa Mindi yang sekarang dikenal dengan hutan tenjo.
Pada saat yang bersamaan Syeh Syarif Hidayatulloh mengutus pula Nyi Mas Gandasari, ia ditugaskan untuk menggoda Prabu Cakra Ningrat, dengan harapan Nyi Mas Gandasari dapat melarikan Zimat Bokor Mas ( Kandaga Mas ) sebagai zimat andalan kesaktian Prabu Cakra Ningrat.
Saat mendekati wilayah Rajagaluh Nyi Mas Gandasari menyamar sebagai pengemis dan ia selamat luput dari pengawasan prajurit Rajagaluh. Begitu masuk pinggiran Kota Rajagaluh, peran penyamarannya dirubah menjadi ronggeng keliling. Pinggiran kota tersebut sekarang dikenal sebagai Desa Lame.
Gerak-gerik penyamaran Nyi Mas Gandasari tidak terlepas dari pengawasan dan Pengintaian Syeh Magelung Sakti dan kawan-kawan.
Ketenaran Nyimas Ronggeng begitu cepat meluas baik dari kecantikannya ataupun lemah gemulai tariannya yang mempesona. Berita ketenaran Nyi Ronggeng sampai pula ke istana. Dengan penuh penasaran Prabu Cakra Ningrat memanggil Nyi Ronggeng ke istana. Usai Nyi Ronggeng mempertunjukan kebolehannya. Tanpa diduga sebbelumnya ternyata Sang Prabu Cakra Ningrat langsung terpikat hatinya. Gelagat perubahan yang terjadi pada Prabu Cakra Ningrat segera diketahui oleh anaknya Nyi Putri Indangsari. Dinasehatilah ayahnya agar jangan terpikat oleh Nyi Ronggeng.Namun, nasehat Nyi Putri ternyata tidak digubrisnya diacuhkannya, bahkan Sang Prabu berkenan mengajaknya Nyi Ronggeng masuk ke istana malahan beliau sampai mengajak tidur bersama.
Nyi Ronggeng menolak ajakan terakhir dari Sang Prabu Cakra Ningrat, Nyi Ronggengpun dapat mengabulkan ajakan beliau untuk tidur bersama asal dengan syarat Prabu Cakra Ningrat terlebih dahulu dapat memperlihatkan zimat andalannya yaitu Bokor Mas.
Syarat tersebut disetujui oleh Sang Prabu, maka diperlihatkanlah zimat yang dimaksud, serta merta dirabalah zimat tersebut oleh Nyi Ronggeng.
Bertepatan dengan itu tiba-tiba Sang Prabu ingin buang air kecil, maka kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Nyi Ronggeng. Bokor Mas langsung diambil dan dibawa lari saat Sang Prabu buang hajat kecil.
Dil luar Nyi Mas Gandasari dihadang oleh seekor banteng besar penjaga istana, namun dengan kesaktiannya ia dapat lolos dari amukan banteng tersebut.
Kejadian tersebut segera terlihat oleh Syeh Magelung Sakti dan kawan-kawannya, banteng itupun ditebasnya sampai putus lehernya. Kendatipun kepalanya sudah terpisah namun kepala banteng tersebut masih bisa mengamuk menyeruduk membabi buta, namun akhirnya kepala banteng tersebut terkena tendangan Syeh Magelung Sakti sehingga melayang dan jatuh didaerah ciledug yang sekarang dikenal sebagai Desa Hulu Banteng. Sedangkan badannya lari kearah utara sampai akhirnya terjerembab ke sebuah Lubuk Sungai. Sekarang dikenal sebagai Desa Leuwimunding.
Prajurit Cirebon terus menyerbu kota Rajagaluh. Pertahanan Rajagaluh sudah lemah sehingga Rajagaluh mengalami kekalahan. Prabu Cakra Ningrat sendiri melarikan diri ke kota Talaga bergabung dengan Prabu Pucuk Umum. Yang kemudian keduanya pergi menuju Banten (Ujung Kulon).
Sementara anaknya Nyi Putri Indangsari tidak ikut serta dengan ayahnya karena rasa jengkel sebab saran-saran Nyi Putri Indangsari tidak didengar oleh ayahnya. Nyi Putri Indangsari sendiri malah pergi kesebelah utara sekarang di kenal dengan Desa Cidenok. Di Cidenok Nyi Putri tidak lama, ia teringat akan ayahnya. Nyi Putri sadar apapun kesalahan yang dilakukan oleh Sang Prabu Cakra Ningrat, sang Prabu adalah ayah kandungnya yang sangat ia cintai, iapun berniat menyusul ayahnya, namun ditengah perjalanan Nyi Putri dihadang oleh prajurit Cirebon yang dipimpin oleh Pangeran Birawa. Nyi Putri dan pengawalnya ditangkap kemudian diadili. Pengadilan akan membebaskan hukuman bagi Nyi Putri dengan syarat mau masuk islam. Akhirnya semua pengawalnya masuk islam tapi Nyi Putri sendiri menolaknya, maka Nyi Putri Indangsari ditahan disebuah gua. Alkisah menghilangnya Adipati Arya Kiban yang cukup lama akibat kekalahannya oleh Adipati Awangga saat perang tanding, ia timbul kesadarannya untuk kembali ke Rajagaluh untuk menemui Prabu Cakra Ningrat untuk meminta maaf atas kesalahannya. Namun yang ia dapatkan hanyalah puing-puing kerajaan yang sudah hancur luluh. Ia menangis sedih penuh penyesalan. Ia menrenungkan nasibnya dipinggiran kota Rajagaluh. Tempat tersebut sekarang dikenal dengan Batu Jangkung (batu tinggi). Ditempat itu pula akhirnya Adipati Arya Kiban ditangkap oleh prajurit Cirebon, kemudian ditahan/dipenjarakan bersama Nyi Putri Indangsari disebuah gua yang dikenal dengan Gua Dalem yang berada di daerah Kedung Bunder, Palimanan.
Dikisahkan bahwa Nyi Putri Indangsari dan Adiapti Arya Kiban meninggal di gua tempat ia dipenjarakan (Gua Dalem), kisah lain keduanya mengilang.
WALLAHU A’LAM BISHSHOWAB.
sumber : rajagaluhundercover.blogspot.com